lensamandalika.com – Dua terdakwa kasus korupsi dana RSUD Praya, Lombok Tengah Tahun 2017-2020 resmi mengusulkan usaha hukum kasasi atas putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Mataram.
Dua terdakwa itu adalah mantan Direktur RSUD Praya dr. Muzakir Langkir dan pejabat pembuat komitmen (PKK) RSUD Praya Adi Sasmita.
“Terdakwa Muzakir Langkir dan Adi Sasmita yang sudah menyatakan kasasi,” beber Humas Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Kelik Trimargo, Selasa (19/9/23).
Kedua terdakwa menyatakan kasasi pertanggal (18/9/23) kemarin. Sedangkan terdakwa Baiq Prapningdiah Asmarini, PN Mataram belum.
“Yang Baiq Prapningdiah belum menyatakan kasasi,” lanjutnya.
Dikatakan bahwa terdakwa Langkir dan Adi Sasmita baru saja menyatakan sikap menempuh upaya hukum kasasi saja, sehingga berkas memori kasasi belum dikirim oleh terdakwa.
“Biasanya mereka nyatakan dulu agar tidak habis masa pikir-pikir upaya hukum, baru berkas memori dikirim, dan PN akan memberitahukan ke jaksa terkait kasasi terdakwa tersebut,” tambahnya.
Usaha hukum kasasi yang ditempuh kedua terdakwa itu dilakukan setelah majelis hakim tingkat banding menjatuhi hukuman lebih tinggi dari putusan majelis hakim pengadilan Tipikor Mataram.
Dimana, majelis hakim tingkat banding yang diketuai Achmad Guntur menjerat Langkir hukuman pidana 8 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Majelis hakim juga menghukum terdakwa pidana tambahan untuk membayar uang pengganti kerugian negara Rp 1,261 miliar subsider 1 tahun dan 6 bulan kurungan.
Sebelumnya, majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) PN Mataram mengenai dr Muzakir Langkir dengan hukuman pidana penjara 6 tahun dan pidana denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Majelis hakim tingkat pertama juga menghukum dr. Muzakir Langkir untuk membayar uang pengganti kerugian negara. Tetapi uang pengganti kerugian negara yang dibebankan itu total Rp 883 juta subsider 1 tahun dan 6 bulan kurungan badan.
Sedangkan untuk terdakwa Adi Sasmita yang sebelumnya dikenai hukuman pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan oleh majelis hakim tingkat pertama, bertambah menjadi 6 tahun dan pidana denda Rp 200 juta subsider 3 bulan di tingkat banding.
Majelis hakim PN Mataram dan PT Mataram setuju untuk tidak membebankan terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara. Sementara terdakwa Baiq Prapningdiah Asmarini, sebelumnya pada putusan majelis hakim PN Mataram menghukum terdakwa pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dan pidana denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan.
Tetapi di tingkat banding, hukumannya bertambah menjadi 5 tahun pidana penjara dan pidana denda Rp 200 juta subsider 3 bulan. Terdakwa tidak dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara.
Diketahui bahwa dalam perkara itu menurut hasil audit Inspektorat Loteng, muncul kerugian negara total Rp 883 juta. Angka tersebut muncul dari pengadaan makan kering dan basah. (red/Respa)