Oleh : Ahmad S N (Direktur RKM Institut & Kontribuor Lensa Mandalika)
Setelah 73 Tahun, Radio BBC siaran Indonesia itu akhirnya undur diri. Siaran yang mengudara sejak awal-awal kemerdekaan itu langsung terhubung dengan BBC World Service di Bush House, United Kingdom. Perlahan gerbang Bush House akan ditutup rapat-rapat seperti cerita yang dibagikan dalam tajuk penutup oleh Wartawan Senior BBC “tak terlupakan dan membekas”. Terselip foto-foto jadul saat redaksi itu mengudara seperti foto Sjahrir dan Moeke Mashud (Pelopor Wartawan Indonesia dan Istri Bapak Mashud Kepala LKBN Antara London).
Industri Radio adalah salah satu yang mengalami disrupsi, ditengah pilihan media sosial dan portal berita yang semakin bejibun Radio perlahan ditinggalkan. Zaman memang sudah berubah, Radio awalnya menjadi sumber informasi primer, setidaknya diawal kemerdekaan sampai awal tahun 2000an setelah akhirnya banyak ditinggalkan oleh pangsa pasarnya sendiri yang kebanyakan adalah Gen Baby Boomers dan Gen X.
Tapi bagi Bahri Bima, Pria Berumur 35 tahun itu masih tergolong setia. Seperti sebuah ungkapan terkenal the old story never grow old atau cerita lama tidak akan pernah menjadi tua, pertemuan saya dengan Bima yang terhitung jarang langsung ia ceritakan tentang hobinya mendengarkan Radio. Cerita itu dimulainya dengan jadwal siaran seperti jadwal berita, sandiwara, selemor ate, dialog budaya dan lainnya. Tidak lengkap kalau seorang hobi mendengar radio tidak tau chanel favorit seperti RRI, Radio Mandalika, Gemini FM beserta nama-nama penyiarnya yang lengkap ia ceritakan.
Bima memang tidak memiliki HP, hal itu menjadikannya seperti terelokasi dari perkembangan teknologi. Satu-satunya yang ia miliki setelah tragedi jatuh dari kursi sejak SMP itu adalah Radionya. Ia rutin mendengarkan siaran Radio dari kereta tua yang setia bersamanya kurang lebih 20 tahun . Lewat radio ia senantiasa mengikuti perkembangan dunia, lewat radio ia tetap ada.
“Saya rutin mendengarkan Opini Publik dan klarifikasi setiap paginya di RRI” ungkapnya saat bercerita
Sejenak saya memikirkan pentingnya sebuah Negara hadir untuk orang-orang seperti Bima. Jika teks konstitusi dijalankan latar belakang difabilitas mengharuskan Negara hadir memberikan perlakuan yang khusus, difabilitas bukan halangan dalam kesamaan hak dibidang pendidikan, ekonomi dan sektor lainnya karena Negara hadir memberikan affirmative action atau affirmative Policy.
Kebijakan untuk memberikan perlakuan khusus juga tertuang sebagaimana konstitusi kita mengatur dalam Pasal 28H ayat 2 UUD 1945 yang menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan yang khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
“Sudah setahun ini saya tidak mendengarkan Radio. Radionya rusak sudah saya perbaiki dulu tapi tidak bertahan lama” lanjutnya bercerita
Cerita dari Bima itu membuat batin rasanya terganggu. Sungguh tidak ada yang membuat saya semakin sedih hari itu selain membayangkan Bima dengan radio impiannya yang kembali.
Saya jadi teringat tulisan Budiman Tanuredjo (Wapimred Kompas) yang menuliskan obrolannya dengan Sukidi seorang cendekiawan Muhammadiyah lulusan Harvard University tentang mimpinya untuk Indonesia. Ia merumuskan mimpinya tentang Indonesia mencakup impian kebhinekaan (dream of diversity), impian ketuhanan (dream of divinity), impian gotong royong (dream of togetherness, cooperation and mutual assistance), impian kebebasan (dream of freedom), impian kemanusiaan (dream of humanity), impian persatuan (dream of unity), impian keadilan (dream of justice), impian kesetaraan (dream of equality), impian kesejahteraan (dream of welfare), dan impian demokrasi (dream of democracy).
Sedang tantangannya adalah bagaimana agar mimpi Bima dan mungkin mimpi orang-orang yang memerlukan affirmative action yang disebutkan sebelumnya menjadi mimpi kita semua, yang secara perlu dan sadar kita ikut terlibat mewujudkannya. Itulah yang menjadi tantangan riil yang dihadapkan kepada kita sekarang ini.
Bima mungkin memiliki keterbatasan fisik dan terbatas dalam gerak. Tapi rasa ingin tahu atau ingin update merupakan bagian dari intellectual curiosity atas kebutuhan dasarnya dalam hal pendidikan yang harus difasilitasi. Bukankah keberlangsungan hidup sebuah bangsa dimasa depan tergantung dari pendidikan masyarakatnya seperti diungkapkan Yudi Latif seorang aktivis dan cendekiawan muda Education is a matter of life and death for the entire of nation.
Dihari itu saya tunjukkan kepada Bima aplikasi radio yang sudah merambah dalam bentuk aplikasi mobile yang bisa diakses oleh Android. tidak perlu ada antena yang disambungkan ke kabel, tidak perlu ada baterai yang harus dijemur ketika suara radio sudah mulai serak tanda daya baterai hampir habis, semuanya ada di genggaman dengan bantuan paket data.
Tapi Bima tetaplah setia sebagaimana setia kursi tua yang menemaninya kemanapun ia pergi, Radio antik merek Internasional selalu mengingatkannya tentang banyak hal, pengalaman memutar tuning untuk mencari chanel favorit adalah sebuah nostalgia yang tidak bisa ia ungkapkan dengan keterbatasan kata. Old Story Never Fade begitu kira-kira kata yang pas untuknya, Cerita lama tidak pernah pudar meskipun zaman telah banyak berubah cerita lama selalu saja segar ketika diceritakan.
Arie SN
Pujut, 24 September 2023