Lensamandalika.com – Forum Pariwisata Desa Awang, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, menyampaikan pernyataan sikap keras terhadap insiden pengusiran kapten kapal wisata asal Lombok Tengah oleh Bupati Lombok Timur, Haerul Warisin di kawasan Teluk Ekas, Kecamatan Jerowaru, Selasa (17/6/25) kemarin.

Insiden yang terekam dalam video dan beredar luas di media sosial itu dinilai sebagai bentuk intimidasi dan ancaman serius terhadap iklim pariwisata di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dalam pernyataan yang dibacakan oleh Lalu Alex, salah satu pegiat pariwisata di Desa Awang pada Rabu (18/6/2025), forum tersebut mendesak Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gubernur NTB untuk segera mencopot Bupati Lombok Timur dari jabatannya.

“Hal ini tidak sederhana. Pertama, karena dia sudah merusak citra pariwisata NTB. Visi-misi NTB sangat serius dengan kemajuan pariwisata,” kata Lalu Alex.

Ia menambahkan, tindakan pengusiran tersebut dapat memicu konflik antara pelaku pariwisata dari Lombok Timur dan Lombok Tengah.

“Kami khawatir akan adanya chaos antara pelaku pariwisata di Lotim dan Lombok Tengah dengan adanya intimidasi dari Bupati. Masyarakat kami trauma dan tertekan karena dibentak oleh Bupati tersebut,” tegasnya.

Menurut Forum ini, jika insiden ini tidak ditanggapi secara serius oleh pemerintah pusat dan provinsi, maka akan menjadi preseden buruk dalam sejarah pengembangan pariwisata NTB.

“Ini akan mencoreng reputasi pariwisata daerah dan berdampak langsung pada pelaku usaha kecil di desa-desa pesisir,” tambah Lalu Alex.

Kadispar Loteng: Wisatawan Bebas Bergerak, Tidak Terbentur Administrasi

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah, Lalu Sungkul, turut angkat bicara terkait video viral tersebut. Ia menyesalkan tindakan Bupati Lombok Timur yang melontarkan ucapan keras di hadapan tamu asing.

“Perlu diketahui oleh semua pihak, termasuk Bupati Lombok Timur, bahwa tamu atau wisatawan mancanegara maupun domestik ini tidak terbentur sama administratif sebuah wilayah. Mereka bebas ke mana saja. Dan dia (tamu) tidak terbentur oleh dia harus nginep di mana. Tidak ada paksaan, tidak ada keharusan,” ujar Sungkul, Rabu (18/6) mengutip Koran Mandalika.

Sungkul menyebut bahwa kawasan Ekas, Bangko-bangko, Sekongkang, hingga Gerupuk telah dikenal sebagai destinasi surfing kelas dunia. Karena itu, menurutnya tidak tepat membatasi pergerakan wisatawan dengan alasan administratif.

“Tidak lagi ada batasan-batasan administratif. Mereka tidak paham itu,” tegasnya.

Ia menjelaskan, yang seharusnya diatur bukan wisatawannya, melainkan perusahaan penyedia jasa surfing.

“Nah, yang perlu diatur di sini adalah perusahaan-perusahaan yang mengelola usaha-usaha surfing ini. Itu yang diatur,” katanya.

Lalu Sungkul mengingatkan bahwa NTB menerima wisatawan dengan semangat keterbukaan, sesuai dengan arah pembangunan sport tourism di wilayah ini.

“Karena kita mengelola. Menerima pariwisata secara terbuka di Provinsi Nusantara Barat sesuai dengan sport tourism. Nah, sport tourism ini ada di mana-mana,” bebernya.

Terkait video yang viral, Sungkul meminta agar tidak dibesar-besarkan.

“Mungkin Pak Bupati Lombok Timur mentornya yang salah. Pembisiknya yang salah. Sehingga datang-datang langsung emosionalnya nggak terkontrol. Sehingga itu dikonsumsi oleh wisatawan,” ucapnya.

Ia khawatir jika kesan negatif atas NTB menyebar di kalangan wisatawan asing, bisa berdampak pada keputusan mereka untuk tidak datang lagi.

“Kalau dikonsumsikan salah oleh orang barat, terjadinya ada pelarangan surfing, maka bisa saja cerita berkembang bahwa di sana dilarang dan mereka tidak jadi datang,” kata Sungkul.

Sebagai langkah konkret, Kadispar Lombok Tengah mengaku sudah berkomunikasi dengan Kadispar Lombok Timur untuk segera mempertemukan para pelaku usaha surfing dari kedua daerah guna menghindari konflik lebih lanjut.

Lalu Sungkul juga mengingatkan bahwa video tersebut bisa disalahpahami oleh masyarakat umum dan berubah menjadi isu sektarian atau sentimen kedaerahan.

“Nah oleh masyarakat awam yang rasis, ‘Oh, kenapa? Berarti nggak boleh orang ke sini.’ Nah, itu kan sudah beda. Sudah digiring ke hal-hal yang lain. Penggiringan-penggiringan seperti ini yang justru membuat kondusifitas kita nggak baik,” pungkasnya.