Jakarta – Jual beli uang koin pecahan Rp1.000 berlambang kelapa sawit di sejumlah marketplace viral karena harganya yang fantastis. Uang logam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) sejak 8 Maret 1993 itu bahkan ditawarkan dengan harga mencapai Rp100 juta per keping.

Menurut Peraturan Bank Indonesia nomor 18/33/PBI/2016 tentang pengeluaran uang rupiah kertas pecahan 1.000 (seribu) tahun emisi 2016, uang logam seribu rupiah berlambang sawit sebenarnya dinyatakan masih tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI.

Namun, karena tak ada ketentuan larangan dalam undang-undang maupun Peraturan BI, uang kartal uang dengan nilai seribu rupiah sah-sah saja diperjualbelikan dengan harga yang lebih mahal atau lebih rendah.

Adapun larangan dalam undang-undang antara lain meniru rupiah dan menyebarkan rupiah tiruan; merusak, memotong, menghancurkan dan atau mengubah rupiah; memalsukan rupiah hingga mendistribusikan bahan baku yang digunakan untuk membuat rupiah palsu.

BI sendiri menjual uang dengan nominal Rp1.000 hingga Rp100 ribu dengan harga yang lebih mahal, tapi hanya untuk uang rupiah khusus (URK) atau uang kertas bersambung (uncut banknote) yang memuat dua, empat, 45, dan 50 lembar dengan pecahan nominal dari Rp1.000-Rp100.000.

Harganya lebih mahal karena diminati serta diincar masyarakat sebagai koleksi, souvenir, hingga numismatik. Bedanya dengan uang kuno, uang rupiah khusus dilengkapi dengan sertifikat keaslian dari BI sehingga dapat digunakan sebagai alat transaksi pembayaran resmi.

Meski harganya lebih mahal, nilai uang tersebut tidak berubah saat melakukan transaksi pembayaran. Jika uang tersebut digunakan sebagai alat transaksi maka harga setiap lembar pecahan sama dengan nilai nominal rupiah.

Adapun dalam Pasal 27 Peraturan BI nomor 21/2019 tentang Pengelolaan Uang Rupiah dijelaskan bahwa masyarakat dapat memperoleh URK dengan dua mekanisme.

Pertama, penukaran untuk URK yang mempunyai nilai yang sama dengan nilai nominal; Kedua, pembelian, untuk URK yang mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dari nilai nominal,” imbuhnya. (Red/LM)