Lensamandalika.com – Ombudsman RI membeberkan beberapa data terkait adanya praktik rangkap jabatan komisaris di perusahaan BUMN dan anak perusahaan BUMN. Lebih dari separuh jumlah rangkap jabatan berasal dari pejabat di lembaga kementerian.

Komisioner Ombudsman RI Alamsyah Saragih mengatakan, jumlah komisaris di perusahaan BUMN yang terbukti rangkap jabatan mencapai 397 orang. Sementara di anak perusahaan BUMN ada 167 komisaris yang rangkap jabatan. Komisaris yang rangkap jabatan ini secara otomatis memiliki rangkap penghasilan.

Seperti melansir pojoksatu.id, berdasarkan pengakuan salah seorang komisaris BUMN yang enggan disebutkan namanya menyatakan, jika take home pay (gaji, tunjangan, kunjungan kerja, dan lain-lain) setiap komisaris sebesar Rp65 juta per bulan, maka pendapatan 564 komisaris BUMN yang rangkap jabatan itu mencapai Rp36,6 miliar per bulan.

“Artinya dalam setahun, BUMN harus menggaji 564 komisaris rangkap jabatan sebesar Rp439 miliar atau Rp2,2 triliun selama lima tahun,” ujarnya.

Disisi lain, Direktur Said Aqil Siroj Institute, M. Imdadun Rahmat menilai bahwa rapor tata kelola Kementerian BUMN tergolong merah.

Dia mengaku prihatin engan temuan pelanggaran berjumlah besar di Kementerian BUMN tersebut.

“Lima ratus lebih temuan itu mengindikasikan parahnya keadaan. Kementerian BUMN itu membawahi aset negara yang bernilai sangat besar. Perannya strategis, sebab melalui BUMN lah negara memenuhi hajat hidup orang banyak. Kalau tidak akuntabel bisa membahayakan negara,” tegasnya.

Dia menambahkan, rangkap jabatan sebanyak itu merupakan pemborosan uang negara. Negara akan kehilangan kemampuan memenuhi pelayanan dasar bagi rakyat jika ada inefisiensi.

Dari sisi norma, hal ini merupakan pelanggaran kepantasan dan etika publik. Larangan rangkap jabatan bermakna bahwa seorang pejabat dituntut fokus pada tanggungjawabnya.

Dari sisi manajemen ini menunjukkan buruknya tata kelola. Sedangkan dari sisi fatsun politik, ini menandakan masih kuatnya budaya politik lama yakni politik dagang sapi.

Ia menegaskan, dalam situasi krisis akibat pandemi Covid-19 fenomena rangkap jabatan di BUMN berseberangan dengan semangat pidato Presiden. Presiden, kata mantan ketua Komnas HAM ini, menginginkan adanya sense of crisis. Wujudnya penghematan, kerja cepat, fokus pada tanggungjawabnya, dan akuntabilitas. (Red/War)