Presiden terpilih Amerika Serikat, Joe Biden akan meneken beberapa perintah eksekutif di hari pertamanya menjadi presiden. Salah satunya adalah mencabut larangan masuk AS untuk beberapa negara muslim.
Sebelumnya Presiden Donald Trump melarang warga dari beberapa negara muslim yang mayoritas berada di Afrika untuk masuk ke Amerika. Kini mengutip CNN, dari memo yang diperoleh dari Kepala Staf Ron Klain, Biden akan mencabut larangan masuk itu.
Pencabutan larangan ini merupakan salah satu janji Biden yang sering diucapkan saat masa kampanye. Semenjak Biden terpilih menjadi presiden, beberapa organisasi muslim sudah meminta Biden untuk mewujudkan janjinya tersebut.
“Ada banyak alasan bagi Biden untuk mengakhiri larangan pada hari pertama masa kepresidenannya karena ini adalah sesuatu yang dia kampanyekan,” kata Direktur Legislatif Nasional Emgage Action Iman Awad.
Komunitas muslim Amerika mengakui situasi politik di masa transisi pergantian Presiden Donald Trump ke Biden memiliki berbagai masalah, mulai dari pandemi virus Corona sampai penyerbuan Gedung Capitol oleh massa pendukung Trump. “Namun demikian, komunitas Muslim Amerika berharap bahwa Pemerintahan Biden akan memenuhi janji itu,” ujarnya.
Mengutip situs Joe Biden, ada beberapa janji yang disampaikan Biden untuk komunitas Muslim Amerika. Selain mengakhiri larangan perjalanan negara mayoritas muslim di hari pertama menjabat, Biden akan fokus menambahkan sumber daya dalam memerangi kejahatan rasial berbasis agama.
Biden pun akan memastikan berbagai suara Muslim-Amerika didengar di pemerintahan Biden. Kemudian akan memperluas layanan perawatan kesehatan untuk Muslim Amerika terlepas dari pendapatan ataupun ras mereka.
Selain itu Biden berjanji melakukan investasi dalam mobilitas perekonomian Muslim Amerika dengan meningkatkan upah minimum federal sebanyak 15 dollar AS, memperkuat sektor publik dan swasta serta mengatasi kesenjangan pendapatan. Kemudian Biden mengecam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) secara global termasuk terhadap Muslim Uyghur di China dan Muslim Rohingya di Burma. (Red/det)