Lensamandalika.com – Dalam hitungan hari kedepan tepatnya pada tanggal 19-21 November, Pertamina Mandalika International Street Circuit akan menjadi tuan rumah untuk gelaran seri pamungkas World Superbike (WSBK) 2021.
Terkait dengan balapan bergengsi tersebut yang kerap disaksikan di layar kaca, tidak pernah dipertontonkan mengenai kekhasan suatu negara penyelenggara. Indonesia dengan keragaman suku dan budayanya, patut mengambil momentum pada gelaran tersebut agar menjadi suatu keunikan dan pembeda.
Keunikan tersebut misalnya penggunaan atribut busana adat seperti Sapuq untuk pembalap dan pakaian lambung untuk umbrella girl. Dua atribut khas Sasak tersebut tampaknya bisa diselipkan ketika para pembalap standby di sirkuit sembari dipayungi umbrella girl beberapaa saat menjelang balapan dimulai.
Fenomena globalisasi budaya barat yang mengarah pada lifestyle sudah biasa dipertontonkan. Hal tersebut menurut Sekretaris umum BLOK Pujut, Lalu Hadinata harus bisa diantisipasi dengan gerakan ‘Glokalisasi’ yang menampilkan kearifan lokal suku Sasak pada khususnya dan NTB pada umumnya.
“Justru melalui ajang-ajang internasional seperti WSBK dan MotoGP ini harus bisa dimanfaatkan pemerintah daerah (pemda) sebagai ajang menunjukkan identitas daerah, baik dari segi atribut maupun seni budaya yg kita punya,” ungkap Nata sapaan akrabnya kepada Lensa Mandalika, Rabu (3/11).
Perpaduan event internasional seperti WSBK dan MotoGP dengan menaikkan atribut busana khas Sasak perlu dikampanyekan bahkan diuji coba untuk mengetahui respon calon konsumen yakni penonton setia WSBK dan MotoGP khususnya WNA.
“Atribut maupun seni budaya Sasak perlu ditampilkan dalam pegelaran atau event-event internasional, Pemda harus mendorong penyelenggara untuk memberi ruang bagi identitas lokal muncul dan berpartisipasi baik di dalam arena maupun di lingkaran arena,” jelasnya.
Event-event daerah, kata Nata juga perlu diperbanyak untuk menunjukkan identitas atraksi dan daya dukung wisatawan. Menurut Nata, hampir semua destinasi wisata di dunia selalu menyuguhkan alam sebagai atraksi wisatanya, maka di Lombok dengan menjadi tuan rumah event WSBK dan MotoGP perlu juga concern pada kekayaan budaya yang memang unik dan berbeda.
“Sebagai identitas tuan rumah, dan menjadi pembeda di mata para wisatawan yang menonton,” imbuh Nata.
Peran pemerintah sebagai otoritas pembuat aturan, cetus Nata agar jangan menyerahkan untuk diatur & dikelola oleh sektor pirvat atau semua urusan B to B, tapi harus juga membuat regulasi pada industri untuk penguatan unsur Budaya daerah
Senada dengan Lalu Hadinata, Ketua Asosiasi Hotel Mandalika Samsul Bahri mengatakan, baik pada event nasional maupun internasional menjadi suatu keharusan untuk menunjukkan kekhasan nilai budaya Suku Sasak Lombok.
“Sebagai promosi kepada dunia dan menjadi ciri khas khu dari Sirkuit Mandalika. Kesan yang berbeda bisa ditimbulkan jika dalam sirkuit ditambah dengan hal-hal yang ikonik tentang Lombok. Termasuk ritual ‘Sembeq’ juga harus dimunculkan sebagai penghargaan terhadap kearifan lokal kita,” katanya.
Menurut General Manager JM Hotel Kuta Lombok itu, Pemerintah Provinsi NTB harus menegaskan bargaining positionnya pada ITDC. Hal tersebut agar masukan-masukan pemprov didengar dan dimplementasikan dalam bentuk nyata, seperti misalnya menegaskan agar para pembalap dan krunya bisa mengenakan atribut khas suku sasak disela-sela balapan WSBK dan MotoGP.
“Jika WSBK dirasa mepet karena sudah menghitung hari, harus betul-betul ditegaskan agar bisa diterapkan (penggunaan atribus khas Sasak) di MotoGP Maret 2022 mendatang,” tegasnya.
Sebagai daya tarik baru bagi penonton MotoGP nantinya, Pemda juga perlu memperbanyak kegiatan atau event-event budaya ekonomi kreatif sebagai rangkaian acara untuk menggaet minat wisatawan.
“Hal itu akan memberikan pengalaman baru dan berharga bagi wisatawan yang akan mereka bawa pulang sekaligus menjadi strategi promosi ‘Word Of Mouth’ di negara asalnya, jelas Samsul memungkasi pernyataannya. (red/lm_dwr)