Lensamandalika.com – Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB), Irjen Pol Djoko Poerwanto mengeluarkan maklumat tentang larangan aksi unjuk rasa yang disertai dengan aksi pemblokiran jalan raya dan merusak fasilitas umum di wilayah hukum Polda NTB.

Maklumat itu dikeluarkan dan diterbitkan oleh Irjen Djoko pada Jumat, 27 Mei 2022 dan mulai berlaku  sejak tanggal diterbitkan.

Maklumat itu diterbitkan, karena aksi unjuk rasa yang disertai dengan blokir jalan dan merusak fasilitas dapat merugikan banyak pihak. Untuk itu harus dilarang dan ditindak tegas.

Dalam maklumat tersebut, Irjen Djoko mengatakan, upaya tersebut merupakan langkah untuk mewujudkan rasa aman dan kenyamanan kehidupan bermasyarakat serta kelancaran lalu lintas di wilayah Provinsi NTB.

Penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Penyampaian Pendapat di Muka umum, utamanya mengenai kewajiban dan larangan.

”Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dilarang menutup jalan, membawa senjata api, bahan peledak, senjata tajam maupun senjata berbahaya lainnya,” kata Irjen Djoko Poerwanto dalam isi Maklumatnya.

Irjen Djoko menegaskan, penutupan atau pemblokiran jalan yang dilakukan dengan sengaja tanpa izin dengan menggunakan batu, pohon, ban bekas maupun benda lain, dapat dikenai pidana dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.

“Dapat dikenakan pidana maupun denda sebagaimana Pasal 192 ayat (1) KUHP dengan ancaman 9 tahun penjara, Pasal 192 ayat (2) diancam dengan 15 tahun penjara dan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 18 bulan atau denda paling banyak Rp 1,5 milyar,” tegasnya.

Sementara aksi penyegelan fasilitas publik seperti kantor pemerintahan, maupun gedung objek vital diancam dengan Pasal 170 KUHP dengan hukuman maksimal 5 tahun 6 bulan penjara.

Penyampaian pendapat dimuka umum dilarang membawa, memiliki, menyimpan, mengangkut atau menguasai senjata api, amunisi, bahan peledak, senjata tajam,-senjata perusak, atau senjata penusuk serta peralatan lainnya yang membahayakan.

“Terhadap pelaku diancam dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Rl Nomor  12 Tahun 1951 dengan hukuman kurungan penjara setinggi-tingginya selama 10 tahun,” ujarnya. (red/lm)