Ketika yang lain boleh resah dan panik, Perawat justru harus tetap gagah dan tetap tanggung jawab memberikan pelayanan terbaik. Disaat yang lain boleh libur, Perawat justru harus siap lembur serta 24 jam memberikan pelayanan kepada pasien apapun itu termasuk yang sedang heboh saat ini yaitu corona. Disaat yang lain boleh tertanya karena awam, Perawat harus menjelaskan dan memastikan tidak terjadi selisih paham baik kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
Mereka yang ada pada barisan terdepan demi tugas mulia, dibalik pakaian pelindung dan masker dikepala tak kenal lelah merawat pasien corona. Ya, merekalah para tenaga medis sebagai pion utama dalam penyembuhan pasien corona.
Disaat mata dunia tertuju pada kondisi pasien yang terpapar, ada mereka yang rela berkorban waktu, tenaga bahkan nyawa demi menyembuhkan para penderita.
Beberapa waktu lalu beredar video di RUMAH SAKIT YICHANG CHINA, seorang perawat yang kelelahan setelah bekerja shift panjang terlihat lemas nyaris tak bisa berdiri setelah tidak makan atau minum selama sembillan jam penuh.
Perawat bernama chen so hong yg berusia 46 tahun ini akhirnya ditolong oleh rekan-rekan perawat lainnya . Sama halnya dengan perawat di Italia, dikutip dari akun instagramnya ( alesia bonari).
Dia dengan-blak blakan menceritakan betapa lelah dirinya, wajah jelitanya pun memar di sana-sini akibat sepanjang hari dibalik masker dan harus terkena disinfektan terus menerus. Meski demikian, ia menyatakan tak akan berhenti merawat pasien karena ia bangga dan mencintai pekerjaanya.
Shift panjang memang menjadi makanan sehari hari para tenaga medis rumah sakit, jumlah Dokter dan Perawat yang terbatas harus mampu mengimbangi jumlah psien yang begitu banyak dan harus mendapatkan perawatan intensif.
Tak hanya lelah, banyak diantara mereka yang tak dapat pulang ke rumah ataupun bertemu keluarga. Tak hanya itu, dibalik pakaian, dan masker pelindung, mereka tetap menyimpan kekhawatiran akan resiko tertular. Bagaimanapun perawat juga manusia, penderitaan pasien adalah juga penderitaan mereka.
Berbeda halnya dengan Indonesia, Pemerintah menyatakan bahwa banyak rumah sakit belum siap menerima pasien dengan kasus positif corona. Hal ini karena peralatan-peralatan penunjang yang masih sangat kurang.
Sebut saja kalau ada kasus corona di daerah, sampling darah pasien harus dikirimkan terlebih dahulu ke jakarta untuk di lakukan pemeriksaan lebih lanjut. Untuk hal tersebut saja, perlu lebih dari satu hari untuk mengetahui pasien tersebut positif atau tidak.
Jika hal yang sama terjadi di Indonesia, maka rumah sakit-rumah sakit yang ada akan kekurangan ruang isolasi sembari menunggu hasil cek sample darah yang dilakukan di Jakarta.
Meskipun begitu, perawat akan selalu siap bagaimanapun resikonya karena memang sudah memegang sumpah janji Perawat yang tertanam teguh dalam diri mereka. Meskipun gaji mereka jauh jika dibandingkan dengan gaji perawat Italia yang lebih dari 38 juta perbulan, atau Perawat tiongkok dengan gaji lebih dari 21 Juta perbulan, perawat Indonesia akan senantiasa berdiri tegak melakukan yang terbaik.
Menyoroti perawat di Nusa Tenggara Barat, bahkan ada perawat di sekelas Rumah Sakit Daerah Kabupaten yang hanya menerima santunan Rp. 100.000,- per bulan. saya sebut santunan karena memang tidak pas kalau kita sebut gaji.
Jika dibandingkan dengan resiko yang akan mereka dapatkan untuk merawat pasien corona, maka lebih baik perawat memilih untuk diam di rumah seperti instruksi kepala daerah. Namun, Panggilan jiwa tak bisa dibohongi untuk tetap mendampingi pasien bagaimanapun keadaanya
Saatnya pemerintah membuka mata dimana profesi perawat tidak boleh dipandang sebelah mata, harus mendapat perhatian serius.
Ns. Sufrianto, S.Kep
Salah satu Perawat penggerak Gerakan Nasional Perawat Honor Indonesia (GNPHI) Lombok Tengah.