Awalnya pada akhir Februari saya terkena flu ketika berkunjung ke salah satu RS swasta di Jakarta untuk mengobati anak yg diare. Saat itu sebenarnya virus corona sudah merebak di dunia. Tapi karena di Indonesia beritanya tidak ada wabah virus ini, saya jadi abai. Apalagi tidak berapa lama flu saya sudah berangsur membaik tanpa pengobatan spesifik.

Senin, 2 Maret 2020
Mulai heboh berita pasien covid pertama di Indonesia. Siapa pasiennya, dimana rumahnya, bagaimana tertularnya sampai di RS mana dirawat, semua dibahas orang seantero Indonesia.
Saat itu sebenarnya saya tidak terlalu mengikuti karena hari itu atasan saya baru datang dari Portugal dan kami memiliki jadwal meeting padat untuk 3 hari kedepan. Ditambah terdapatnya beberapa deadline proyek membuat saya sibuk dan lupa bahwa sebenarnya baru recovery dari flu sehingga tubuh jadi sedikit drop. Sebenarnya istri sudah berkali-kali menyuruh minum multivitamin, tapi saya lebih sering lupa.

Minggu, 8 Maret 2020
Saya mulai tidak enak badan. Sakit kepala, sedikit meriang, tenggorokan sakit, agak lemas, sendi terasa pegal, tapi saya berfikir mungkin ini masih lanjutan flu sebelumnya. Apalagi suhu tubuh cuma sekitar 37,8.

Saya minta advise sama adik yang kebetulan dokter, lalu diresepkan obat penurun panas dan anti radang. Sedikit membaik walau belum sepenuhnya hilang.

Senin, 9 Maret 2020
Saya tetap masuk kantor walau masih terasa tidak enak badan. Saya fikir, mungkin setelah beraktifitas akan membaik dengan sendirinya. Tapi saya salah, dikantor saya lemas, diare ringan, sampai akhirnya ijin pulang cepat karna ingin check up ke dokter.
Karna mendapat jadwal internist jam 7 malam di salah satu RS swasta, saya pulang dulu ke rumah dan berangkat ke RS tersebut menjelang magrib dengan istri dan kedua anak. Dua tahun terakhir kami memang tidak menggunakan jasa ART lagi, sehingga mau ga mau istri saya selalu mengajak kedua anak kami yang berumur 6 dan 3 tahun kemanapun dia pergi.

Di RS, kami semua di screening cek suhu tubuh sebelum masuk. Karna suhu saya waktu itu 37,8 ditambah memiliki riwayat kontak dengan orang dari luar negri dalam 14 hari terakhir, saya sempat tidak diperbolehkan masuk. Tapi karna memang datang untuk konsultasi ke dokter dan sudah bikin janji, saya dipersilakan langsung menuju poli internist.

Saya menyampaikan semua gejala yang dirasakan, dan dokter berkesimpulan saya hanya radang tenggorokan sementara gelaja lainnya itu muncul dipicu oleh radang tersebut. Namun karna belakang mata sy terasa sakit, dokter meminta saya untuk tes darah. Hasilnya negatif thypoid dan Dengue. Sehingga hanya diresepkan obat demam dan obat radang seperti yang diresepkan adik saya sebelumnya, ditambah antibiotik untuk 5 hari. Saya juga diminta istirahat tidak usah masuk kantor dulu selama 3 hari.

Kamis, 12 Maret 2020
Tiga hari berlalu tapi gejala yang saya rasakan tidak banyak berubah. Selama masa istirahat tersebut saya dan istri mulai googling tentang gejala covid. Bukan. Saya tidak batuk apalagi sesak. Sepertinya ini beneran cuma radang doang. Sehingga selasa saya sempat ke kantor sebentar beresin kerjaan dan rabunya juga sempat berangkat meeting external menggunakan KRL.

Tentunya saya selalu menggunakan masker sepanjang perjalanan dan meeting sesuai anjuran pemerintah karena saya sedang sakit.
Namun malamnya saya mendapat kabar bahwa atasan saya juga mengalami gejala yang sama dengan saya ditambah batuk dan sedikit sesak. B

eliau mendatangi RS swasta yang sama dan sempat diisolasikan di IGD covid disana. Akan tetapi dokter juga mendiagnosa radang tenggorokan dan mempersilakan beliau pulang.

Selanjutnya beliau menutuskan mengisolasikan diri dari keluarga karena curiga covid dan akan berangkat pulang ke negaranya besok malamnya. Sehubungan dengan itu teman-teman kantor meminta saya tidak usah masuk kantor dulu sampai benar-benar sembuh.

Sejak mendapat kabar dari atasan . . . .