lensamandalika.com – Ketika banyak daerah mengalami surplus beras, NTB malah inflasi berasnya makin tinggi. Harga untuk beras premium saja tembus ke angka Rp16 ribu per kilo padahal NTB menjadi lumbung pangan nasional.
Pengamat ekonomi dari Universitas Mataram, Muhammad Firmansyah menjelaskan bahwa kondisi tersebut dapat menjadi ‘penyakit’ ekonomi.
“Kalau Bulog sudah bilang beras kita surplus, pasokan aman sampai tahun depan, dugaan saya ini mengarah pada tata niaga. Apakah ada penimbunan atau panic buying yang menyebabkan rantai pasokan bermasalah?” ucapnya.
Dia mengatakan apabila kondisi ini berlangsung lama akan berdampak pada sentimen negatif terhadap harga komoditas pangan lainnya.
“Masyarakat mungkin menduga akan ada terjadi kelangkaan beras atau bahan pokok lainnya karena kemarau panjang ini. Maka dari itu, pemerintah harus lebih gencar melaksanakan operasi pasar,” sambungnya.
Dia juga mendorong pemerintah daerah untuk bekerjasama dengan sejumlah media massa untuk mencegah harga beras terus naik.
Di tempat lain, Kadis Perdagangan NTB, Baiq Nelly Yuniarti yang dikonfirmasi mengungkapkan tidak mengantongi data prihal harga beras saat ini.
“Data stok ada di Bulog dan Dinas Ketahanan Pangan,” ucapnya.
Pada September 2023 lalu, Nelly menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan harga beras naik. Salah satunya dampak El-Nino dan kemarau panjang.
“Fenomena El-Nino membuat curah hujan lebih rendah daripada periode sebelumnya sehingga pasokan air berkurang. Kondisi ini membuat kawasan ASEAN termasuk Indonesia mengalami kekeringan dan berdampak pada produksi beras,” ungkapnya, Senin (11/09/23) lalu.
Kemudian kekeringan di Lombok juga mempengaruhi harga beras. Beberapa daerah penghasil beras terbesar di NTB turut terdampak perubahan iklim oleh El-Nino. Hal itu berimbas pada kecukupan air di sejumlah wilayah NTB sehingga berpotensi mengakibatkan penurunan produksi pada petani.
“Selain kekeringan di beberapa wilayah Lombok yang menyebabkan risiko gagal panen, hal yang membuat harga beras di NTB terus naik karena NTB menjadi salah satu provinsi yang menyuplai beras untuk provinsi lain,” tambahnya.
Terdapat juga masalah global lainnya yaitu larangan ekspor beras India di pasar global. Walaupun India memiliki stok beras 7 juta ton, tetapi negara itu tetap melarang ekspor beras. Padahal dengan stok 4 juta ton sudah lebih dari cukup untuk stok mereka.
India memang merupakan negara pengekspor beras terbesar di dunia. Negara itu berkontribusi terhadap 40 persen pengiriman global. Mereka melarang ekspor beras dan gula sejak 20 Juli 2023 lalu untuk menekan inflasi di negara tersebut.
“Betul. Salah satunya itu dan ada faktor kebijakan juga,” tutupnya. (red/Respa)