10 persen pasien sembuh virus corona di China kembali terinfeksi SARS-CoV-2 untuk kedua kalinya. Peristiwa ini telah memicu keraguan akan keakuratan alat tes COVID-19, dan memantik kekhawatiran terjadinya gelombang pandemi kedua di tengah kebijakan pemerintah China yang ingin menyudahi karantina.
Sejak 22-28 Maret 2020, Kota Wuhan, China, yang menjadi pusat pandemi virus corona tidak lagi melaporkan adanya kasus baru COVID-19 dari transmisi lokal. Prestasi ini dipandang sebagai titik balik dalam upaya penanggulangan pandemi, yang secara total telah menginfeksi lebih dari 81.000 orang warga China.
Namun, pencabutan karantina menjadi lebih kompleks tatkala beberapa pasien sembuh virus corona di Wuhan menunjukkan hasil positif COVID-19 untuk kedua kalinya. Ini artinya, ada kemungkinan pasien-pasien tersebut kembali terinfeksi SARS-CoV-2 setelah sebelumnya dinyatakan sembuh.
Berdasarkan data dari beberapa fasilitas karantina di kota Wuhan yang menampung pasien dalam pengawasan lebih lanjut setelah keluar dari rumah sakit, sekitar 5 hingga 10 persen pasien sembuh, kembali terinfeksi dengan hasil tes menunjukkan positif COVID-19.
Hal ini jelas berbahaya. Terlebih orang-orang yang kembali positif virus corona tidak menunjukkan gejala seperti pertama kali terinfeksi. Mereka berpotensi menjadi carrier atau penyebar virus kepada orang yang tidak pernah terinfeksi virus corona. Ini juga menegaskan bahwa wabah SARS-CoV-2 di Wuhan, China, belum sepenuhnya berakhir.
Dua warga Wuhan yang mengalami re-infeksi menceritakan kepada NPR bagaimana dia bisa kembali dinyatakan positif COVID-19. Saat pertama kali terpapar virus corona, orang pertama mengaku bahwa dia mengalami gejala yang cukup parah dan akhirnya dirawat di rumah sakit.
Sedangkan orang kedua, hanya menunjukkan gejala ringan kendati pada akhirnya tetap dirawat di rumah sakit. Keduanya kemudian dinyatakan sembuh dari virus corona setelah kondisi berangsur pulih, dan hasil tes menunjukkan negatif COVID-19.
Beberapa hari kemudian, mereka kembali menjalani tes untuk memastikan bahwa keduanya tidak memerlukan perawatan penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan virus corona, pada Minggu (22/3).
Namun, hasil menunjukkan bahwa mereka dinyatakan positif COVID-19 untuk kedua kalinya, dengan tanpa ada gejala terserang virus corona. Kejadian ini sontak memunculkan banyak pertanyaan, tentang apakah hasil tes positif kedua menandakan bahwa orang tersebut telah terinfeksi virus corona untuk kedua kalinya?
Menurut beberapa ahli virologi, tidak mungkin pasien COVID-19 yang sudah dinyatakan sembuh dapat terinfeksi kembali dalam waktu yang begitu cepat. Besar dugaan telah terjadi kesalahan dengan hasil tes pada beberapa pasien yang dinyatakan sembuh.
Kesalahan hasil tes juga pernah menimpa Li Wenliang, seorang dokter whistleblowing. Wenling yang kala itu terinfeksi virus corona dinyatakan sembuh setelah kondisinya membaik, dan hasil tes menunjukkan bahwa dia negatif COVID-19. Namun, beberapa hari kemudian ia meninggal. Hasil investigasi mengatakan Wenliang meninggal karena virus corona.
Menurut Wang Chen, direktur di Akademi Ilmu Kedokteran China, tingkat keakuratan tes asam nukleat untuk mengidentifikasi kasus positif virus corona di China hanya berkisar 30 hingga 50 persen saja. Ini artinya, bisa saja terjadi kesalahan hasil tes pada beberapa pasien corona. Teori lain mengatakan bahwa mungkin saja masih tersisa virus di dalam tubuh yang membuat tes COVID-19 positif untuk kedua kalinya.
Sumber: Kumparan
- Pembangunan Vila di Bukit Sekitar Mandalika: Investasi Terukur dan Berdampak Positif bagi Daerah
- Akibat Supir mengantuk, Minibus Ringsek Kecelakaan di Bypass BIL-Mandalika
- Bahaya Pohon Tumbang intai pengguna jalan, Warga desak Pemerintah segera bertindak
- Hujan disertai angin kencang, Puluhan Pohon Tumbang di Bypass BIL-Mataram sebabkan Kemacetan
- Mayoritas Warga Nilai Pasangan Solah Soleh SJP-Fatihin Terbaik di Debat Pilkada Lombok Timur