Lensamandalika.com – Pemerintah kembali menaikkan anggaran penanganan dan pemulihan akibat pandemi virus corona menjadi Rp 695,2 triliun. Padahal kemarin pemerintah mengumumkan biaya penanganan pandemi virus corona ini juga meningkat menjadi Rp 686,2 triliun.

Dengan demikian, dalam sehari saja ada kenaikan Rp 9 triliun untuk penanganan COVID-19 di sektor kesehatan hingga dunia usaha.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kenaikan tersebut sebagai dinamika dalam pengelolaan keuangan negara. Menurut dia, penanganan pandemi ini juga berkaitan dengan proses dunia usaha, sehingga diperlukan kerja sama dengan banyak lembaga seperti institusi perbankan dan lembaga keuangan yang pergerakannya juga terus dinamis.

“Kalau mau nambah lagi bantuan kepada dunia usaha melalui lembaga keuangan, termasuk memberi insentif kepada lembaga keuangan, untuk mau dan mampu memberikan relaksasi atau restrukturisasi itu baik angka maupun kapasitas mereka berbeda-beda, makanya angkanya bergerak terus,” ujar Sri Mulyani dalam video conference, Selasa (16/6).

Sebelumnya, anggaran untuk penanganan COVID-19 sebesar Rp 405,1 triliun, kemudian naik kembali menjadi Rp 677,2 triliun untuk stimulus di bidang kesehatan, perpajakan, hingga bantuan pembiayaan untuk UMKM.

Selain itu, pemerintah juga menganggarkan bantuan untuk korporasi seperti BUMN maupun perusahaan padat karya.

Jumlah anggaran tersebut pun kembali ditingkatkan hingga pada Senin (15/6), pemerintah mengumumkan anggaran penanganan COVID-19 menjadi Rp 686,2 triliun.

Kenaikan besaran anggaran tersebut terjadi lantaran ada peningkatan cadangan belanja sektoral serta tambahan stimulus belanja untuk Transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 8,9 triliun.

Tadinya, anggaran sektoral kementerian dan lembaga sebesar Rp 97,11 triliun.Anggaran penanganan COVID-19 sebesar Rp 695 triliun tersebut lantaran adanya kenaikan anggaran untuk sektoral K/L dan Pemda sebesar Rp 106,11 triliun. Selain itu juga menaikkan anggaran untuk pembiayaan korporasi, dari Rp 44,57 triliun menjadi Rp 53,57 triliun.

“Karena ternyata dampak COVID-19 itu meluas, kita sudah beri bantuan untuk UMKM dengan nilai pinjaman di bawah Rp 10 miliar, sekarang fokus juga ke korporasi padat karya dengan pinjaman di bawah Rp 1 triliun,” jelasnya.

Sri Mulyani juga menuturkan, peningkatan biaya penanganan COVID-19 tak seluruhnya bersumber dari APBN. Sebab, pemerintah masuk untuk menjembatani antara pengusaha dan perbankan melalui jaminan pembiayaan.

“Karena tanpa adanya kredit ekonomi berhenti, perusahaan berhenti, jadi diformulasikan agar kredit yang diberikan tetap jalan dan manfaatnya pada tenaga kerja juga bisnis enggak mati,” ujarnya.