Lensamandalika.com – Pasca kembali meletusnya konflik antar dua desa di Lombok Tengah yaitu Desa Segala Anyar dan Desa Ketara Kecamatan Pujut, Rabu (7/2/2024) kemarin, aparat kepolisian dari Polres Lombok Tengah tampak masih melakukan penjagaan di perbatasan kedua desa.

Meski arus lalu lintas di jalan bypass Bandara Internasional Lombok menuju Kawasan Mandalika telah kembali lancar, namun diprediksi ada penurunan kunjungan wisatawan yang disebabkan oleh konflik kedua desa itu.

Hal tersebut diungkapkan oleh Sekretaris Mandalika Hotel Association (MHA) kepada Lensa Mandalika, Sabtu (10/2/2024). Dikatakan Rate sapaan akrabnya, terjadi penurutan angka pemesanan kamar selama dua hari terakhir sejak kembali meletusnya konflik Ketare dan Segala Anyar.

Masa libur panjang seperti sekarang ini, kata Rate, biasanya tingkat keterhunian hotel di kawasan Mandalika berkisar di angka 90%. Namun kondisi saat ini menurut pengamatannya berpotensi berada jauh di angka itu.

“Long weekend holiday ini rata-rata occupancy hotel hotel diatas 90% pada liburan Imlek dan Israq Mi’raj, artinya kalo di rata-ratakan 2000 kamar dalam 3 hari ini terjual dengan rata-rata harga harian Rp. 500.000, maka sudah mencapai angka 3M. Kalau 2/3nya adalah belanja makan minum transportasi dan oleh-oleh maka perputaran uang sekitar 5-6 Milyar menjadi terganggu, apalagi kalo ini (konflik dua desa, red) berkepanjangan,” beber Rate.

“Katakan misalnya pada libur panjang ini keterisian hotel hanya 50% dari taksiran diatas, maka kemungkinan potensi kerugian akibat konflik ini berkisar Rp. 3 Miliar,” Imbuhnya.

Keadaan seperti sekarang ini, kata Rate menjadi seksi untuk digoreng oleh kompetitor mengingat posisi konflik berada di jalur utama menuju Mandalika.

“Lebih krusialnya lagi posisi kedua desa di seberang Bandara Lombok,” kata pengelola beberapa property di kawasan Desa Mertak itu.

Mengingat konflik ini terjadi di awal tahun 2024, ujar Rate, wisatawan yang sebelumnya telah merencanakan untuk berlibur ke Lombok pada beberapa bulan kedepan bisa berpikir ulang untuk datang.

“Itu artinya potensi kerugian ini akan erus bertambah pada bulan-bulan berikutnya, sehingga angka total di akhir tahun nanti, kerugian bisa puluhan miliar,” jelas Rate.

Pada musim pemilihan umum seperti saat ini, kata Rate sangat krusial bagi praktisi dunia pariwisata. Diungkapkannya, berbagai kemungkinan bisa terjadi.

“Dalam forecasting kita pada kondisi normal saja harap-harap cemas, apalagi diperburuk konflik seperti saat ini,” tegas Rate.

“Itu baru soal keterisian kamar, belum lagi kalau misalnya rencana investasi juga terganggu, tambah banyak lagi ruginya,” tambahnya.

Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada pemerintah daerah Kabupaten Lombok Tengah bersama aparat penegak hukum (APH) untuk segera mencari solusi terbaik agar konflik kedua desa bisa cepat selesai dan sebisa mungkin tidak terjadi lagi.

“Kalau kondisi begini terus, yang susah kita semua. Mudah-mudahan pemerintah dan APH bisa atensi ini secara serius agar kepercayaan wisatawan bisa segera kembali,” pungkasnya. (red/lm)