Opini – Para praktisi pendidikan seperti para guru ataupun dosen di lembaga pendidikan ataupun sekolah formal, pelatih (trainer) pada tempat kursus atau bahkan para pemandu pelatihan (fasilitator) di berbagai pendidikan non formal ataupun pendidikan rakyat (popular education) di kalangan buruh, petani maupun rakyat miskin, hari ini telah sadar bahwa ia tengah terlibat dalam suatu pergumulan masalah yang begitu kompleks dalam arena pendidikan.

Hal ini diawali oleh bencana non alamiah covid 19 yang tidak hanya menyerang indonesia tetapi hampir seantero dunia merasakan akibatnya. Diperkuat lagi dengan kebijakan lockdown di berbagai sektor setiap negara guna mencegah penyebaran covid 19 tersebut.

Baca Juga: Refleksi Hardiknas: Pandemi Corona dan Momentum Evaluasi Pendidikan Kita

Melihat kondisi tersebut, sektor pendidikan di indonesia tidak luput dari kebijakan lockdown juga. Dari ranah pendidikan formal, non formal dan informal merasakan akibat dari bencana ini. Kesiapan dari semua sektor tersebut bisa dikatakan masih jauh dari cukup dalam menghadapi bencana non alamiah ini.

Kita bisa mulai melihat dari sektor formal yaitu pendidikan yang dilaksanakan di sekolah – sekolah dan universitas pada umumnya. Dalam ranah tersebut segala kegiatan yang diselenggarakan di sekolah maupun universitas menjadi terhambat. Sekolah dan universitas ditutup secara literal selama berbulan – bulan yang menyebabkan para siswa dan mahasiswa tidak maksimal menikmati hak dan kewajibannya untuk belajar.

Selanjutnya kita bisa melihat hal-hal yg dihadapi oleh pendidikan sektor non formal. Sektor ini bergerak pada pendidikan berbasis pelatihan, kursus, workshop, dan lain sebagainya. Pendidikan sektor non formal ini bisa dikatakan pendidikan sekunder bagi seluruh lapisan masyarakat. Sektor ini juga mengalami permasalahan yang tidak kalah rumit, pelatihan – pelatihan bagi atlit menjadi terhambat, tempat – tempat kursus ditutup, TPQ dan TPA yang menjadi basis pendidikan akhlaq dan budi pekerti juga menjadi mangsa dari merebaknya covid 19 ini.

Baca Juga: Opini: Refleksi HARDIKNAS “Menguji konsistensi Tri Dharma Perguruan Tinggi tentang Pengabdian Kepada Masyarakat Ditengah Pandemi

Melihat permasalah dalam ranah pendidikan tidak membuat pemerintah diam saja. Pemerintah mengarahkan semua sektor pendidikan tersebut untuk melaksanakan pembelajaran dari rumah (informal Education). Namun hal tersebut justru membuat sektor ini menjadi sektor pendidikan yang paling tidak siap jika dibandingkan dengan kesiapan kedua sektor di atas.

Turbulensi pada pendidikan informal mencakup akumulasi permasalahan yang ada pada pendidikan non formal dan formal. Jika kita bisa mengambil contoh dari permasalahan pada pendidikan formal yaitu penutupan sekolah yang kemudian siswa diarahkan untuk belajar dari rumah dengan tuntutan melalui berbagai aplikasi yang membutuhkan koneksi internet menjadi permasalahan yang semakin kompleks dikarenakan tidak meratanya kesiapan seluruh sekolah di indonesia khsusnya NTB dalam memprogramkan belajar dari rumah ini.

Ketika semua sekolah ditutup baik dari sekolah yang berada di kota maupun pelosok negeri harus dijamin untuk mendapatkan hak belajar yang diaplikasikan dalam bentuk pendidikan informal tersebut.

Melihat kondisi seperti ini hal yang memang menjadi satu-satunya solusi adalah pendidikan informal. Mungkin pendidikan informal yang permasalahannya berakumulasi dengan pendidikan non formal tidaklah terlalu memiliki masalah yang berat. Namun jika kita lihat dengan paparan akumulasi permasalahan pendidikan informal dengan formal begitu sangat memberatkan.

Pendidikan informal ini sekali lagi menjadi alternatif sementara yang dimana hal ini bisa menjadi evaluasi kita bersama untuk pendidikan di indonesia yang telah masuk pada era industri 4.0. Harapannya adalah kita sebagai warga negara berusaha untuk terus belajar dan menyadarkan masyarakat sekitar untuk terus juga belajar supaya menjadi lebih sigap dalam mengahadapi keadaan dunia yang sangat dinamis ini.(Red/Letter A)

Baca juga artikel lainnya :