Lensamandalika.com – Dr.(C). H.M. Nujumuddin, SP., M.Si., resmi merilis Kalender Bau Nyale untuk sepuluh tahun ke depan, yang mencakup periode 2025 hingga 2035. Penyusunan kalender ini menurutnya sebagai upaya memberikan kepastian waktu pelaksanaan tradisi Bau Nyale secara ilmiah dan akurat.
Menurut Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Lingkungan Universitas Brawijaya Malang itu, perhitungan kalender yang disusunnya tidak melalui Sangkep Warige seperti yang kerap dilakukan untuk penentuan waktu Bau Nyale. Namun, kalender buatannya berdasarkan pada rumus matematis yang dapat memprediksi waktu Bau Nyale, bahkan hingga satu abad ke depan.
“Ada rumusnya secara matematis. Bahkan sampai seratus tahun ke depan pun bisa diprediksi. Saya sudah menyusun jadwal puasa dan 1 Syawal hingga tahun 2035, serta jadwal gerhana matahari total sepuluh tahun ke depan,” jelasnya ketika dikonfirmasi Lensa Mandalika, Selasa (11/2/25).
Nujumuddin menjelaskan bahwa perhitungan dalam kalender ini berbeda dengan kalender Sasak pada umumnya yang berpedoman pada pergerakan bintang Rowot yang juga menjadi acuan dalam Sangkep Warige.
“Sangkep Warige itu bagus untuk menentukan kegiatan yang akan datang, tetapi tidak hanya untuk Bau Nyale. Ini juga bisa digunakan untuk antisipasi bencana alam, periode tanam, dan kegiatan lainnya,” terang Ahli rekayasa pertanian ini.
Sangkep Warige Perlu Dimanfaatkan Lebih Luas
Menurut Nujumuddin, Sangkep Warige tidak seharusnya hanya dimanfaatkan untuk menentukan waktu Bau Nyale. Tradisi ini dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk mitigasi bencana dan periode tanam pertanian.
“Lebih bagus kalau Sangkep Warige ditambah untuk antisipasi dan mitigasi bencana alam seperti angin kencang, ombak tinggi, dan cuaca ekstrem yang tidak bersahabat,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa Sangkep Warige bisa digunakan untuk memprediksi periode tanam padi dan jagung.
“Tidak hanya untuk Bau Nyale, tetapi juga cocok untuk perencanaan pertanian. Misalnya, periode tanam padi dan jagung bisa ditentukan menggunakan perhitungan ini,” jelas Ahli manajemen usahatani lahan kering tersebut.
Nujumuddin menambahkan bahwa masyarakat pesisir sebenarnya sudah memiliki pengetahuan lokal yang kuat mengenai waktu munculnya Nyale tanpa menunggu hasil Sangkep Warige.
Menurut Nujumuddin, penggunaan Sangkep Warige secara ilmiah dapat membantu meningkatkan akurasi perencanaan di berbagai sektor.
“Walau tidak disangkepkan, masyarakat pesisir sudah tahu waktu munculnya Nyale. Namun, dengan perhitungan ilmiah, kita bisa memanfaatkan Sangkep Warige lebih luas, tidak hanya untuk Bau Nyale tetapi juga untuk pertanian dan mitigasi bencana,” tuturnya.
Potensi Degradasi Lingkungan dan Masa Depan Nyale
Dalam wawancara yang sama, Nujumuddin memperingatkan bahwa keberadaan cacing Nyale terancam punah dalam 30 tahun ke depan akibat perubahan lingkungan yang drastis.
“Nyale itu sensitif terhadap kebisingan dan pencemaran. Sekarang di lokasi itu dibangun sirkuit, hotel, dan keramaian yang mengganggu habitat Nyale. Jika tidak dilestarikan, tahun 2055 Nyale bisa saja punah,” ujar Ahli persampahan tersebut.
Ia mencontohkan bahwa perubahan ekosistem di sekitar KEK Mandalika telah mempengaruhi keseimbangan lingkungan yang menjadi tempat hidup Nyale.
“Nyale tidak bisa hidup di lingkungan yang bising dan tercemar. Apalagi sekarang tidak ada lagi kotoran ternak yang dibawa ke laut yang dulu menjadi sumber pakan. Ini adalah tantangan dalam pengelolaan sumber daya pesisir yang harus kita pikirkan bersama,” ungkap Ahli rekayasa perkebunan ini.
Lebih dari Sekadar Tradisi, Sangkep Warige untuk Pertanian dan Pariwisata
Nujumuddin menekankan bahwa Sangkep Warige sebaiknya tidak hanya digunakan untuk menentukan waktu Bau Nyale, tetapi juga diterapkan dalam sektor pertanian dan pariwisata.
“Oke untuk memancing atraksi pariwisata, tetapi juga harus bisa dimanfaatkan untuk pertanian dan mitigasi bencana. Ini sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto agar anggaran digunakan secara efektif dan efisien,” jelasnya.
Menurutnya, Sangkep Warige bisa membantu petani dalam menentukan periode tanam yang tepat sehingga dapat mengurangi risiko gagal panen akibat cuaca ekstrem.
“Sekarang ini hujan terus menerus dan matahari jarang muncul, sehingga tanaman padi rentan terkena jamur dan virus. Dengan perhitungan Sangkep Warige, petani bisa menyesuaikan waktu tanam dan panen agar tidak terkena dampak cuaca buruk,” kata Ahli ilmu lingkungan ini.
Menjawab Keraguan dan Menepis Mitos
Selain memanfaatkan Sangkep Warige untuk kegiatan praktis, Nujumuddin juga ingin menghilangkan mitos yang berkembang di masyarakat mengenai Bau Nyale.
“Banyak yang percaya bahwa kehadiran Nyale menyebabkan hujan terus menerus. Padahal yang benar adalah hujan terus menerus yang menyebabkan Nyale muncul,” tegasnya.
Ia berharap dengan adanya kalender ini, masyarakat bisa lebih rasional dalam memahami fenomena alam yang terjadi di sekitarnya.
“Kalender ini diharapkan bisa memberikan kepastian waktu Bau Nyale hingga sepuluh tahun ke depan. Selain itu, masyarakat juga bisa memanfaatkannya untuk berbagai keperluan, seperti pertanian dan mitigasi bencana,” pungkasnya. (red/lm)
KALENDER BAU NYALE 2025-2035
